Pages

Friday, January 4, 2013

7 Desa Terunik di Dunia

1. Desa Dengan 100 Kembar Identik
Tak heran jika guru di sekolah itu mendapat tugas tambahan untuk menghapal muridnya satu per satu. Kedua puluh pasang anak kembar itu berjenis kelamin sama dan merupakan kembar identik. Para guru kerap salah saat menyapa nama mereka. Apalagi setiap pasang anak kembar hanya dibedakan dengan belahan rambut.

Salah satu pasangan kembar mengatakan, tanda lahir di leher merupakan salah satu pembeda mereka. Selebihnya mereka nyaris sama. Warga Desa Kodinji yang mayoritas muslim juga mengatakan, keberadaan anak kembar di desa itu bukan hal yang aneh. Mereka mengangapnya sebagai hal istimewa yang dianugerahkan Sang Pencipta.

Kebanyakan anak kembar juga lahir di rumah sakit yang sama. Menurut gynaecologist rumah sakit setempat, selama 10 tahun ia bekerja tercatat ada 100 hingga 150 kembar. Lima atau enam di antaranya kembar tiga. Kenyataan itu melahirkan misteri yang mengundang untuk diteliti lebih lanjut.
 

2. Desa Unik yang Mempunyai Penduduk Hanya Satu Orang
Buford (3)
Adalah seorang pria bernama Don Sammons (60th) yang sudah terbiasa tinggal sendirian. Di rumah? Tidak! Dia tinggal di dalam sebuah desa aneh yang hanya berpenduduk 1 orang, yaitu dirinya. Sendirian!

Desa Buford terletak di Wyoming, Colorado, daerah perbukitan dengan suhu rendah terlebih di musim dingin. Desa ini telah ditinggalkan oleh seluruh penghuninya yang memilih untuk tinggal di tempat lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik karena merasa wilayah ini tidak akan bisa berkembang. Namun tidak demikian dengan Kakek Sammons yang kekeh untuk tetap tinggal di sana walaupun seorang diri.

Sammons meninggalkan Los Angeles taun 1980 bersama istri dan anaknya dan memilih menetap di Buford yang ketika itu masih dihuni oleh sekitar 2000 orang pekerja rel kereta api. Ketika istrinya meninggal 15 tahun lalu, anaknya yang kini berusia 26 tahun pun memilih untuk pindah ke kota Colorado.

Sammons mengelola sendiri sebuah pom bensin kecil dan sebuah toko untuk melayani mereka yang mampir dalam perjalanan lintas negara. “Dalam sehari toko saya bisa dikunjungi 1000 orang di musim panas, namun menurun hingga 100 orang saja di musim dingin,” kata Sammons yang mengklaim dirinya sebagai raja di Buford.
 

3. Desa Dengan Penduduk Keterbelakangan Mental
Sebanyak 445 warga di tiga desa yakni Desa Patihan, Pandak, dan Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengalami keterbelakangan mental atau idiot. Kondisi ini diyakini sudah terjadi sejak 1970-an. Saat itu terjadi kemarau berkepenjangan di lereng perbukitan Rajekwesi yang menjadi awal malapetaka kemiskinan. Tiga desa tersebut bersebelahan hanya dipisahkan oleh gugusan perbukitan Rajekwesi. Desa Sidoharjo berada di lereng sebelah utara, Desa Karang Patihan di lereng timur, sementara Desa Pandak berada di tenggara. Namun jarak antar desa mencapai puluhan kilometer dipisahkan hutan dan perbukitan kapur.

Kepala Desa Karang Patihan Daud Cahyono menuturkan, sejak kemarau menerjang, kondisi desa di sekitar perbukitan menjadi tandus dan berkapur. Tak sedikit warga yang kekurangan gizi, kekurangan iodium, sehingga menyebabkan kebodohan.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Iman Sukmanto membenarkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu penyebab keterbelakangan mental ratusan warga adalah kekurangan iodium yang banyak terdapat pada garam atau kecap. Untuk menghindari agar kasus idiot tidak berlanjut, Pemkab dan Dinkes Ponorogo terus melakukan sosialisasi perbaikan gizi kepada masyarakat, termasuk pembagian garam iodium gratis kepada seluruh warga.

Diharapkan generasi baru di kawasan tersebut tidak lagi mengidap keterbelakangan mental.
Pengidap idiot parah yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa beraktivitas sama sekali, Pemkab berencana memberikan santunan berkala sampai penderita habis.
 

4. Desa Kepiting
Ada "Kampung Manusia Kepiting" di Bone
Sebuah perkampungan yang warganya mengalami kelainan fisik ditemukan di Dusun Ulutaue, Desa Mario, Kecamatan Mare, Bone, Sulawesi Selatan. Di sana, puluhan penduduknya menderita kelainan di jari kaki dan tangan. Mulai dari lanjut usia hingga bawah lima tahun, jari-jari mereka terbelah menjadi dua hingga mirip capit kepiting.

Pantauan SCTV, Senin (7/2) di Dusun Ulutaue, baik anak-anak maupun dewasa memiliki jari terbelah dua dan terkadang hanya memiliki tiga ruas jari. Alhasil, jika difungsikan, jari mereka mirip dengan kepiting. Fenomena tersebut mereka anggap sebagai kutukan bagi mereka yang berasal dari garis keturunan yang sama.

Kendati demikian, mereka tak pernah malu dengan warga kampung lain. Bahkan hal ini sudah menjadi hal biasa seperti takdir mereka. Bisa jadi, keanehan tersebut terjadi lantaran asupan gizi yang kurang sejak usia dalam kandungan. Maklum, pekerjaan mereka sehari-hari hanyalan nelayan. Ironisnya, hingga sekarang belum satu pun tim medis atau pemerintah setepat meneliti bahkan mengobati para penduduk di kampung itu.

Akibat keanehan pada jari-jari mereka, sebagian warga kampung lain ada yang merasa jijik bergaul dengan mereka. Tak hanya itu, perkampungan mereka pun diberi sebutan 'Kampung Manusia Kepiting' oleh warga setempat.
 

5. Desa Berpenduduk Poligami
http://www.thinkinghousewife.com/wp/wp-content/uploads/2010/01/polygamy-615.jpg
Dalam hukum Amerika, berpoligami adalah kejahatan. Tetapi bagi 1200 warga Centennial Park -kampung kecil di Colorado Arizona- berpoligami menjadi impian. Bahkan para gadis justru ingin berbagi suami saat menikah kelak. Mungkin ada yang bersikap moderat di tengah kontroversi soal poligami, bahwa orang berpoligami merupakan pilihan dan kesepakatan. Bahkan di AS yang menegaskan bahwa poligami adalah kejahatan, praktik rumah tangga dengan dua atau beberapa cinta ternyata tetap ada. Sekitar 1200 penduduk Centennial Park, kampung kecil di dekat Colorado, menunjukkan bahwa mereka berpoligami juga dengan alasan sendiri. Berbeda dengan mayoritas warga AS, mereka menyebut komunitasnya All-American Families (Keluarga Amerika Seluruhnya), dalam arti sebenarnya.

Seperti Ariel Hammon, 32, yang menikahi Helen, 30, yang memberinya tujuh orang anak, kemudian menikahi Lisa, 20, yang memberinya dua anak. Bagi Ariel dan dua istrinya berpoligami berarti menambah tenaga kerja untuk membangun rumah-rumah baru. “Warga di Centennial Park pernah membangun rumah baru di dekat rumah induk hanya dalam waktu dua hari. Itu karena banyak anak, banyak sukarelawan,” kata Ariel kepada ABCNews. Cemburu karena cinta berbagi? “Kami tidak pernah memikirkannya, justru ini yang saya impikan sejak dahulu,” kata Helen, yang bekas siswa Ariel seperti halnya Lisa. “Saya tidak masalah Ariel sudah menikah, itu saya anggap bonus,” tambah Lisa.

Beberapa penduduk yang ditanya soal seks, mengaku risih. Menurut mereka, para remaja tetap menjaga keperawanan dan dilarang berciuman sebelum menikah. Dan di tengah tergerusnya moralitas akibat merebaknya seks bebas di AS, Centennial Park cenderung tertutup dan curiga dengan orang asing. “Karena agama melarang (seks sebelum menikah),” kata seorang penduduk.

Seorang remaja putri, Michelle misalnya berharap suatu hari keperawanan akan memberinya orang yang tepat. “Tak masalah apakah calon suami saya punya enam atau tujuh istri. Laki-laki bukan milik kami, kami juga tidak bisa menguasainya. Sebanyak apa pun istri yang diinginkannya, tak masalah selama itu kehendak Tuhan,” kata Michelle.

Ariel juga menilai program Big Love di televise HBO yang menggambarkan intrik, kecemburuan dan saling menjatuhkan antara para istri, bukannya kenyataan sebenarnya. Ariel menilai yang terpenting adalah menjaga keutuhan rumah tangga dan mengasuh anak-anak sehingga seks bukan prioritas. “Untuk seks, harus mencuri waktu karena banyak anak di rumah. Tetapi seks adalah ekspresi cinta, banyak cinta di tempat ini,” kata Ariel.
 

6. Desa Yang Penduduknya Hidup Tanpa Air Bersih
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_fECZEOsK_UjDTbcT7zMSUeEk3zJmVO7K9daKAyfrK-_amCtPkquyofk1FsfClP7P90VGu1Yfle3NJPqJAnBsYK2dQX4dcEhULMHcboTpVcRciKOZpaofMIk-2cz3f7st7Kgved8Co4BD/s1600/ilustrasi-air-kotor.jpg
Lebih dari 40 tahun warga Pedukuhan Wangon, Desa Kubangsari, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, hidup tanpa air bersih. Mereka merasa hidup tak layak di negera merdeka. Desa yang berpenduduk lebih dari 2.255 jiwa ini hidup tanpa air bersih.

Air bersih bagaikan barang langka yang sulit didapat. Sementara pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap kesulitan warganya itu.

Konon katanya, desa ini kena kutukan karena ada seorang nenek nenek yang meminta air minum ke warga desa tapi ga ada yang ngasih.

Pemerintah ingin segera membangun sumur bor untuk mendapatkan air bersih, sayangnya hasilnya pun sia-sia.
 

7. Desa Tanpa Kasur
http://farm6.static.flickr.com/5175/5397543153_955d18f501.jpg
dusun kasuran adalah salah satu dusun yang yang ada di desa margodadi kecamatan sayegan, sleman. Sepintas emang gak beda sama dusun yang laen gan, tapi satu hal yang membedakan adalah mayoritas penduduknya gak tidur diatas kasur.

Tradisi ini udah berlangsung turun-temurun sejak jaman nenek moyang, dan gak cuma ditaati oleh orang-orang yang udah sepuh, tapi juga orang-orang muda dan anak-anak. Meyoritas warga tidur hanya beralaskan tikar atau dipan yang gak ada kasurnya.

Kebiasaan ini tentunya bukan tanpa alasan, mitosnya aturan agar warga gak tidur diatas kasur merupakan perintah dari Sunan Kalijaga. Dusun ini dulunya emang pernah disinggahi Sunan Kalijaga ketika melakukan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga berjalan dari Godean menuju arah utara, antara lain melewati Dusun Grogol dan Tuksibeduk. Sampai di Kasuran sekitar pukul 13.00-14.00 Sunan Kalijaga merasa sangat lelah. Kemudian dia meminta salah satu warga agar menggelarkan kasur untuk istirahat.

Ketika akan melanjutkan perjalanan, Sunan Kalijaga berpesan agar warga jangan sekali-kali tidur diatas kasur. Pesan tersebut masih dilaksanakan sampe sekarang, bukan hanya buat penduduk asli tapi juga buat penduduk baru.

Trus bagaimana kalo dilanggar? menurut pengakuan penduduk setempat biasanya akan terjadi hal-hal yang aneh. Seperti yang terjadi pada 11 orang mahasiswa yang sedang KKN di daerah ini, sebelumnya mereka udah diberitahu tentang peraturan tak tertulis yang dipercaya masyarakat, tapi gak tau apakah mereka bener-bener percaya atau hanya manggut-manggut tapi dalam hati menolak. Alhasil menjelang tengah malam 4 orang mahasiswa teriak-teriak histeris, teman-temannya mengira 4 orang ini masuk angin, setelah dipanggilkan dokter kondisi mereka tetap sama, setelah dipanggilkan sesepuh barulah mereka bisa tenang.

Kisah lain, salah satu warga Kasuran menidurkan anaknya yang masih kecil di atas kasur. Tanpa diketahui sebabnya anak tersebut tiba-tiba mengalami panas tinggi, menangis dan berteriak tanpa sebab yang jelas, setelah ditidurkan di 'jogan' (lantai) baru berhenti menangis.